Posted in Review Buku Anak

Chidren’s Book’s Review : Oh Say Can You Say by Dr.Seuss

Title : Oh Say Can You Say

Author : Dr. Seuss

Illustrator : Dr. Seuss

Publisher : HarperCollins Children’s Book

Year of Publishing : 1979

Age Suggestion : 5+

Type : Rhytmic Book

Do you like fresh fish?

No, this book isn’t talking about the fresh fish. Neither about your favorite food. But, can you guess by the similarities there is between ‘fresh’ and ‘fish’? Yep, it’s about all the words that rhyme. Dr. Seuss put them together and beware! You might bite your tongue when you’re trying to read it, but let’s hope it’s not gonna happen.

This is a perfect book for you, young readers, who try to learn pronunciation. And what’s the matter one or two bites of tongue if you can be a really good pronunciator? 😉 What, you don’t believe about risking your tongue when you read this book? Then, try to recite this one…

“Fetch me the finest

French fried freshest

Fish that Finney fries!”

And if you think it’s already hard on your tongue, maybe you can look up on this one. You gotta love this because it’s about the cute animal, pig!

“Then Pete puts his patted pigs away

In his Pete Briggs’ Pink Pigs Big Pigs Pigpen.”

It’s really fun way to learn many new words! And also, learn to find the words that rhyme to each other. As usual, Dr. Seuss was really creative in matching the words into one funny and exciting sentences. You will never get bored! Well, at least I know my son won’t! This book actually quite long, but my son keep it up until the last page. (Psst, he even read the subscription form in the very last page, what an eager reader he is! :D)

And he actually laughed too, when Dr. Seuss told about Fuddnuddler Brothers (this one is quite hard to pronounce); “But if Lud ever sneezes, his name will be MUD.” Hilarious, isn’t it?

Dr. Seuss also can get sly sometime, too. In the middle of the funny-twisted words, he slipped things for us to learn further. He mentioned money, hmm…money is always good to be learned. And there is the future occupations, too. About what profession you might want to do when you’re grown up. But, still he hadn’t lost the touch of the rhyme words.

When I first found this book lying around in my niece’s house, I just fetch it and decide to share it with you, kids! Right away!

Catatan :

Jadi, akhir-akhir ini aku rada keteteran soal blog yang ini. Dan sebelumnya, aku pernah bikin blog review buku anak-anak, tapi itu juga tersendat. Supaya blog yang ini gak berhenti juga, akhirnya aku mutusin buat naro review ini di blog ini. Semoga blog ini bisa hidup terus.

Btw, maaf ini masih dalam bahasa inggris. Tapi, cocoklah ya, karena bukunya juga berbahasa inggris. Enjoy!

Posted in Aktivitas Homeschooling

Kita adalah Individu, Individu adalah Unik

Setelah sekian lama gak nulis… Eh, posting…

Tomboro dan Ambone balik lagi! Ada yang kangen? Hehe…

Hari ini mau dimulai dengan ucapan selamat menjalankan aktivitas hari ini. Mungkin aktivitas kita bisa tersendat karena berbagai hal, tapi semangat gak boleh surut, dan tetep cari cara untuk bangkit lagi!

Gimana caranya?

Tidak ada aturan, bebas sesuai dengan karakter masing-masing. Dan dalam persepsi sekolah rumahan Tomboro dan Ambone, ini adalah satu pedoman:

Bahwa individu adalah unik, dan semua yang berputar di sekelilingnya akan menurut pada keunikan itu.

Mungkin gak, sih? Yah, kita emang gak mungkin mengatur lingkungan, tapi kita selalu bisa mengatur diri sendiri, jadi yang ada di sekitar kita, di dekat kita, memang akan dipandang sebagaimana kita memandangnya.

Ini kutipan hari ini, apa kutipan buibu yang lain?

Posted in Uncategorized

Mari Gerakkan Tagar Indonesia Berduka

Update blog terakhir : 14 September 2019!

Waktu itu cepet banget berlalu, ya. Tahu-tahu udah lewat 2 minggu sejak terakhir aku nulis di blog ini. Seirama dengan jalannya waktu, aku memperhatikan banyak banget yang lagi terjadi di Indonesia.

Berdasarkan yang aku tahu aja, nih :

Pertama. Karhutla.

Bencana asap di Riau dan Kalimantan. Aku lupa udah kejadian sejak kapan, kayaknya udah dari awal September ini. Dan sampai sekarang, walaupun titik-titik api dilaporkan udah berkurang, masih banyak yang masih terbakar dan kabut asap masih tebal.

Dari pengakuan temenku yang tinggal di Pekanbaru, itu asap sampe masuk ke dalam rumah. Untungnya, kemaren sempet turun hujan di Riau, jadi berkurang. Sekarang? Aku belom tahu.

Sekarang, para pelaku (perusahaan sawit dan pulp) lagi diusut dan empat udah dijadikan tersangka.

Tapi, terakhir kali mereka diadili, mereka bebas, jadi proses pengadilan ini mesti dikawal banget. WALHI, sih, tetap setia mengawal.

Kedua. Pengesahan RUU KUHP.

Pengesahan RUU KUHP. Katanya RUU KUHP ini udah digodok lama. Lima tahunan kalo gak salah. Alasannya, karena KUHP yang kita pake sekarang itu masih produk Belanda, jadi udah gak cocok diterapkan di zaman sekarang. Yup, aku setuju!

Tapi…

Pengesahan ini seakan-akan diburu-buru, gak tahu kenapa. Sosialisasi katanya udah dilakuin dan beberapa pihak ahli dan universitas-universitas udah diundang buat menggodok RUU KUHP ini. Anehnya, LBH malah menolak RUU KUHP, jadi berarti LBH gak diundang?

LBH, lho, LSM yang paling paham tentang masalah hukum di tengah-tengah rakyat, terutama rakyat kecil. Lengah, wakil rakyat!

Ketiga. Kontroversi RUU PKS.

Penolakan RUU PKS oleh… PKS sendiri. Aku jujur gak tahu soal pembuatan RUU PKS (udah lama sebenernya isunya), tapi banyak elemen masyarakat udah mendukung RUU ini, tapi partai Islami ini menolak. Kenapa?

Ada selentingan yang bilang UU Kekerasan Seksual udah diwakili dalam UU KUHP, jadi mereka merasa itu cukup. Sayangnya, masih banyak kekurangan dalam mewakili hak-hak korban. Denger-denger ini ngebuat tuntutan hukum pada pelaku kekerasan seksual gak bisa dilakukan dengan maksimal.

Dan banyak definisi-definisi kekerasan seksual yang belum diwadahi lewat UU KUHP yang berlaku.

Aku setuju banget RUU PKS ini disahkan!

Keempat. Pergerakan OAP.

Awalnya, ada aparat dan beberapa ormas yang menggerebek asrama Papua karena berita hoax tentang mahasiswa Papua ngebuang bendera merah putih ke got. Beneran hoax karena gak terbukti.

Pas lagi ngerebek, beberapa aparat dan ormas ngata-ngatain “monyet” ke mahasiswa Papua ini. Keselnya, aparat dan ormas ini gak pernah diusut. Gak heran kalo sebagian dari Orang Asli Papua (OAP) mau misah dari NKRI.

OAP sekarang lagi masif bergerak untuk referendum. Terakhir kali, daerah yang minta referendum itu Timor-Timur, yang ujung-ujungnya merdeka, dan sekarang jadi negara yang berdikari, bernama Timor Leste.

Ini yang bikin rakyat terpecah lagi. Ada yang gak mau Papua misahin diri dari NKRI, ada yang mendukung banget mereka untuk merdeka, melihat nasib mereka terlunta-lunta di bawah pemerintah Indonesia.

Kelima. Kekerasan Aparat.

Di antara yang lainnya, ini agak kurang membesar. Mungkin karena banyak hal lain yang menyita perhatian masyarakat. Salah satu kasusnya aparat yang memukuli petani yang berunjuk rasa.

Kalau gak salah, ini kasus perusahan tambang lawan petani yang gak mau lahannya diambil. Bahkan, ada aktivis yang ditangkap soal ini, namanya Budi Pego.

Entah gimana ini kelanjutan kasusnya. Tapi, akhir-akhir ini kayaknya aparat nyantai banget hidupnya. Entahlah.

Keenam. Gempa-gempa.

Dari yang kecil sampe yang gede. Dari Mataram sampe Banten. Sebenernya ini udah terjadi sejak 2018 lalu, yang bahkan menyebabkan anomali tsunami di Banten. Tapi, kupikir ini udah berhenti, eh, ternyata susul-menyusul.

Dan yang terbaru (baru aja kemaren), gempa Ambon dan ternyata ada korban jiwa. 😢

Turut berduka untuk Ambon.

Ketujuh. Unjuk Rasa Mahasiswa.

Wah, ini unjuk rasa mahasiswa yang terbesar sejak 1998. Kalo dilihat dari banyaknya masalah, siapa yang nyalahin mahasiswa jadi merasa perlu bergerak?

Sayangnya, seperti biasa, ada aja oknum yang manfaatin keadaan. Setelah jam 6 mereka pulang, oknum-oknum ini rusuh di belakang gedung DPR/MPR dan bakar-bakaran.

Ini juga diwarnai dengan kekerasan oleh aparat. Makin dibenci aja mereka sama rakyat. Apalagi, ada satu mahasiswa yang meninggal di Kendari, terkena peluru tajam. Satu lagi kena, tapi masih kritis. Dan banyak korban luka-luka.

Turut berduka kepada mahasiswa yang meninggal dan luka-luka selagi berjuang untuk rakyat,

Kedelapan. Penangkapan Aktivis.

Segera setelah unjuk rasa mahasiswa, ada dua aktivis yang ditangkep, yaitu Dandhy Dwi Laksono (pendiri watchdoc yang suka bikin film dokumenter, salah satunya “Sexykillers“) dan Ananda Badudu, anggota Banda Neira, kayaknya dia salah satu koordinator aksi, karena aktif ngurusin mahasiswa aksi.

Kalo Dandhy Dwi Laksono ditangkep gara-gara cuitannya soal Papua, Ananda Badudu ditangkep gara-gara mengalirkan dana ke mahasiswa. Aparat kita, kok, rusuh banget sekarang, ya?

Ujung-ujungnya mereka lepas, tapi berasanya seakan-akan kita lagi diancem buat gak beropini macem-macem tentang pemerintah.

Tapi, rakyat Indonesia udah maju, dong. Bebal mereka sekarang.

Kesembilan. STM Bergerak.

Lucunya, buatku, ini juga jadi kontroversi di tengah masyarakat Indonesia. Masih banyak yang nganggep mereka harusnya anteng di sekolahan. Ini aku gak setuju.

Anak setara STM/SMK/SMU itu, dalam ilmu psikologi, udah berada pada usia dewasa awal. Siapa yang bikin mereka jadi kanak-kanak? Ya, orang dewasa sekitar mereka yang gak sanggup membiarkan mereka jadi dewasa.

Yang lebih parah, banyak orang dewasa yang ngejek mereka gak tahu apa-apa. Padahal, ya, ini salah satu proses mereka untuk jadi dewasa.

Sayangnya, orang Indonesia mengkultuskan sekolah. Sekolah emang penting, tapi proses belajar ada di mana-mana, bukan cuma di satu tempat aja.

Wah, banyak banget yang lagi terjadi di Indonesia kita ini, ya. Selain ini, ada juga kasus kematian di daerah tambang yang ditanggapi tanpa empati sama sekali oleh salah satu menteri. Responnya cuma : orang tua harusnya ngawasin anak!

Sangat, sangat tidak simpatik dan bodoh.

Ada lagi yang kelewat? Kasih tahu aku di kolom komentar, ya! 😌

Posted in Aktivitas Homeschooling

Olahraga Malem-malem : Tidak Efektif, Tapi…

Tercatat waktu 9.55 PM. Dan apa yang lagi aku dan Tombo lakuin? Aku ngawasin Tombo yang lagi latihan fisik.

(Catatan buat foto : itu bukan rumahku dan juga bukan pas Tombo olahraga. Aku ambil pas dia lagi rusuh sendiri. Mayan buat ilustrasi)

Ya, aku tahu. Jam segitu bukan waktu efektif buat olahraga. Tapi, aku punya alasan. Seperti biasaaa, aku punya alasaaan haha.

1. Buat ningkatin kualitas tidur dan benerin pola tidur (bikin sesuai standar medis maksudnya).

Olahraga kan bikin cape, tuh. Aku berharapnya setelah olahraga dia mau dan bisa langsung tidur. Sayangnya, aku lupa antisipasi faktor eksternal lain : bapaknya janji mau beliin es jeruk dan pulangnya malem. Akhirnya, tetep aja dia tidur malem 😂

2. Program manajemen diri.

Apa hubungannya? Hubungannya itu sama Manajemen Sekolah di Rumah (kliiik di sini buat baca lengkapnya!). Karena targetku bikin anak mandiri (semoga, mudah-mudahan, Aamiin), aku gak pernah bikin jadwal saklek. Aku omongin yang aku mau sama anakku, minta persetujuan dia, trus biarin dia yang ngurus sendiri gimana praktiknya.

Misalnya, terserah jam berapa dia mau ngerjain tugas tertentu. Dan berapa lama, sampe berapa selesai. Kayak arts & crafts, kan, suka lama pengerjaannya.

Kekurangannya, butuh pengawasan ekstra dan penjelasan apa yang kita mau harus mendetail. Kalo gak, belajar ikhlas dengan apa yang anak kerjain. Hehe…

Nah, soal olahraga ini, dilakuinnya pas malem-malem juga karena Tombo maunya (dan aku bisanya) jam segini. Tetep, sih, aku suka jelasin bagusnya olahraga itu pagi-pagi di bawah matahari pagi.

Ini belom ngaruh banget, karena Tombo kurang suka olahraga. Intinya, gak suka diatur-atur aja kayaknya.

Kalo ada buibu yang punya pengalaman pas ngajak anak olahraga, tolong kasih tahu tipsnya. Aku butuh, hehe…

P.s. Ini aku nulisnya kemaren, tapi baru sempet diselesaikan hari ini. Karena satu dan lain hal. 😁

Posted in Aktivitas Homeschooling

Membangun Sikap Asertif pada Anak

Akhir-akhir ini aku banyak main di twitter. Arus informasinya cepat, dan karena ada batasan jumlah huruf dalam satu posting, kita bisa milih mana yang mau kita baca sekilas atau yang mau kita perdalam (biasanya, sih, orang-orang di Twitter nyebutnya thread atau utas).

Seperti biasa, kalo orang banyak ngumpul di satu area, keliatan sikap mereka yang beda-beda. Cara-cara mereka beropini juga jadinya beda-beda. Wajar, ya, yang namanya manusia itu unik.

Di antara warga-warga Twitterland (banyak yang iseng nyebutnya begini 🤣) banyak yang vokal dan peduli dengan nasib sesama, jadi mereka selalu bereaksi terhadap masalah sosial dengan cara beropini lewat Twitter.

Main medsos dengan aman, yuk! 😉

Masalahnya, opini ini suka dilakukan dengan sesat contohnya ad hominem (menyerang orang yang berpendapat, bukan diskusi soal idenya, ini yang paling sering kutemuin) dkk dan cara berkomunikasi yang gak tepat sasaran.

Dan yang paling sering kutemui adalah orang-orang yang maksain pendapat dan membantah pendapat orang lain, tapi dengan cara menghina (kadang ad hominem, kadang bisa juga diserang idenya, tapi, berhenti sampe tahap ngata-ngatain doang).

Ini yang kerap menimbulkan cekcok di medsos. Apalagi, karena identitas tersembunyi, orang-orang makin berani ngomong, bahkan tanpa filter.

Nah, sebagai orang tua, tentunya kita gak mau anak kita jadi begini. Atau, minimal, kita gak mau anak kita dijerat pasal UU ITE yang ngaret banget itu, lalu kemudian dicap kriminil.

Di zaman sekarang, makin penting untuk mendidik perilaku asertif di diri individu.

Sebelumnya, bahas dulu soal definisi perilaku asertif. Aku nyari di KBBI gak ada, jadi akhirnya aku nyari di sebuah jurnal UIN di internet.

Menurut Jakubowski (dalam Zulkaida 2005), perilaku asertif adalah usaha untuk mengemukakan pikiran, perasaan dan pendapat secara langsung, jujur dan dengan cara yang sesuai, yaitu tidak menyakiti dan merugikan diri sendiri maupun
orang lain.

Lange dan Jakubowski (dalam Zulkaida, 2005) mengemukakan konsep yang disebut sebagai Responsible Assertive Behavior (perilaku asertif yang bertanggung jawab), yaitu bahwa perilaku asertif seharusnya dilakukan secara bertanggung jawab.

Sumbernya dari sini, ya : Jurnal tentang Perilaku Asertif.

Dari definisi di atas, kita dapet beberapa kata kunci : jujur, sesuai, tidak menyakiti, bertanggung jawab.

Kita bahas satu per satu aja, ya.

1. Jujur

Gimana cara ngajarin anak jujur? Kita perlu tau kalo bohong itu dilakukan semua orang, bahkan yang dewasa.

Kenapa orang berbohong? Biasanya karena mereka ngeliat kondisi yang mereka hadapi sebagai situasi yang gak aman, akhirnya menyelamatkan diri dengan cara bohong.

Dulu, sempet ada fase Tombo suka bohong. Pas aku introspeksi diri lagi, aku emang gampang emosi kalo ada kejadian yang gak sesuai dengan yang aku mau.

Akhirnya, aku ubah sikap. Aku berterima kasih kalo dia jujur, aku fokus sama konsekuensi dia kalo bohong (tapi gak nyebut-nyebut kalo dia salah atau bahas soal bohongnya). Syukurnya, sekarang ini dia udah mulai berani jujur.

Karena situasi di rumah aman, gak penuh dengan emosi yang meledak-ledak yang bisa menyakiti dia.

2. Sesuai

Sesuai ini seharusnya gampang, ya. Aturan yang berlaku gimana soal berpendapat, baik itu norma sosial, norma kesopanan, hukum, agama, dkk.

Cara biar anak bisa menyesuaikan diri dengan aturan, ya, biasakan ajak mereka untuk paham aturannya, ajak diskusi buat bikin aturan, dan kita mesti kasih tahu fungsi aturan itu gimana.

Aturan itu biasanya dibuat untuk ketertiban, dan kelanjutannya, untuk keamanan bersama. Idealnya, niiih.

Jadi, kemauan anak nurutin norma/aturan ada hubungannya sama poin selanjutnya.

3. Tidak menyakiti

Nah, ini hubungannya dengan rasa peduli anak ke sesamanya. Gimana cara ngebangun kepedulian? Pertama, jangan pernah nyuruh-nyuruh anak untuk peduli (pada praktiknya, ngasi ini-itu ke orang lain). Itu malah bikin energi anak habis. Kalo energi habis, gak bisa dia ngasih empati ke orang lain.

Kedua, caranya itu teladani. Tunjukin sikap itu ke anak. Bukan cuma sikap kita ke orang lain, tapi sikap kita ke anak juga.

Ketiga, ajarin anak buat paham kalo orang lain juga punya kebutuhan dan kepentingan sendiri, bukan cuma dia yang punya mau. Ini diajarkan dengan cara berdagang. Ilmu yang juga aku contek dari Psikolog Toge Aprilianto. 😌

Kalo udah fasih berdagang, lama-lama anak paham kalo orang lain juga butuh sesuatu, jadi bisa kerja sama dengan cara dia bantu ortunya.

Dan kalo dia peduli, seharusnya dia bisa lebih manut sama aturan. Bagusnya lagi, dia bukan konformis, artinya dia bakal liat kepentingan orang lain, jadi penerapan aturannya jadi dinamis.

4. Bertanggung jawab

Tanggung jawab ini paling gak enak. Bikin energi abis 🤣

Logika kita harus jalan dan harus hati-hati biar gak sesat logika,omongan kita bisa dipertanggungjawabkan.

Untuk ngajarin logika, sebenernya cukup simpel. Kasih ruang anak untuk eksplorasi sendiri, jangan banyak intervensi kalo anak lagi main, janga bbanyak ngelarang. Trus, bikin anak nyaman buat nanya-nanya ke kita dan diskusi sama kita.

Kalo ini dilakuin, aku jamin logika anak terasah dengan sendirinya. Gak usah kita yang pusing-pusing ngasahnya.

Satunya lagi, kalo mau anak belajar tanggung jawab atas perilakunya, balik lagi soal aturan. Anak sebisa mungkin dilibatin dalam diskusi soal aturan. Udah gitu, semua aturan harus jelas, dari pelaksanaannya sampe ke konsekuensi.

Selanjutnya, ortu yang penting konsisten dalam penerapannya. Tapi, konsisten bukan berarti kaku. Selalu ada ruang buat disesuaikan dengan kondisi yang lagi dihadepin. Namanya juga berkaitan sama manusia yang dinamis, di sekitarnya juga harus dinamis.

Nah, dengan perilaku asertif, bisa, lho, kita menghindari jerat UU ITE, hehe…

Share opini buibu di kolom komentar, ya. Tapi, yang asertif… Hehe…

Posted in Uncategorized

Polemik KPAI versus PB Djarum dan Solusi buat Anak

Internet lagi heboh soal beberapa kasus, kayak kasus Papua, RUU-PKS, tapi yang paling berkaitan dengan blogku, gak lain dan gak bukan adalah kasus protes KPAI dan Yayasan Lentera Anak soal pembinaan olahraga bulu tangkis anak-anak oleh perusahaan rokok besar di Indonesia, yaitu PT.Djarum,tbk.

Liat pernyataan Yayasan Lentera Anak soal eksploitasi anak dengan klik fotonya

Siapa orang tua yang suka rokok? Hm…mungkin masih banyak, hehe… Tapi, siapa yang suka anaknya terpapar rokok? Jarang banget!

Walopun kemaren masih ada kasus orang tua viralin anaknya lagi ngerokok dan ngopi (jadi, ternyata ada juga orang tua model gini).

Di satu sisi, banyak pihak yang berpendapat ini bagus karena bisa ngelemahin industri rokok di Indonesia. Sebaliknya, masih banyak yang mendukung dengan alasan ini kegiatan yang udah terbukti positif. Udah 50 tahun kegiatan PB Djarum ini diadakan dan udah menghasilkan talenta-talenta yang bikin nama Indonesia harum di dunia internasional.

Lima puluh tahun!

Dan baru sekarang diprotes. Ini juga jadi pertanyaan orang-orang di mana-mana.

Bener gak, sih, ini termasuk ajang eksploitasi anak? Kalo menurutku, pertama, PT.Djarum gak punya wewenang atas anak-anak. Yang punya wewenang itu orang tua. Jadi, kalopun ada yang harus dituduh mengeksploitasi, ya, orang tua.

Kedua, rata-rata atlet besar memang dididiknya dari kecil. Kayak Casey Stoner, yang udah ikut race di usia 4 tahun. Ronaldinho gabung di Grêmio dari usia 7 tahun. Sekolah sepak bola juga banyak yang nerima bibit-bibit semuda ini.

Berangkat ke masalah kedua: gara-gara dianggap ajang promosi rokok. Ternyata, maksudnya itu mengeksploitasi anak untuk membesarkan namanya.

Buatku ini naif banget, sih. Kita udah tau budaya merokok di Indonesia itu gimana. Di deket rumah berkali-kali aku lihat anak kecil disuruh (?) orang tuanya beli rokok. Penjaga warung dengan enteng jualin rokok ke anak SMA.

Ibaratnya, udahlah budaya merokok ini udah merusak anak-anak di banyak level, satu-satunya kebaikan yang bisa kita dapet dari industri rokok diambil pula. Melarat kita, nih.

Klik foto untuk lihat berita “KPAI Bantah Enggan Cari Solusi soal Audisi PB Djarum.”

Kesimpulannya, pemerintah harusnya beresin soal rokok itu ke akar-akarnya. Perketat regulasi soal rokok dan penjualannya. Kayak di luar negeri, kalo mau beli rokok, tunjukin KTP.

Perlemah industri rokoknya juga gak bikin masalah selesai. Pemerintah harus bisa menggelontorkan dana besar untuk pembinaan bibit-bibit unggul ini. Atau, pemerintah dorong investasi (dalam negeri ajalah, ya, biar ekonominya muter di dalem negeri juga) buat ngebesarin industri lain dengan syarat CSR untuk anak-anak.

Kalo gak, ya, percuma event-event rokok dibubarkan. Gimana dengan pendapat buibu cerdas di sini? Share di kolom komentar, ya! 😉

Posted in Uncategorized

#6 Jangan Gengsi Nyari Bala Bantuan

Dari tadi pagi, pengen posting tulisan untuk ngucapin selamat pagi, eh ketunda lagi. Lagi rusuh, sih, di rumah. Blog aja udah 7 hari gak dipantau.

Ada beberapa masalah di rumahku, yang paling vital adalah kebersihan 🤧

Alesannya, karena aku udah keburu cape ngurus anak. Satu alasan lagi, bisa baca di postingan yang ini : Ecobrick : Memperkenalkan Anak pada Daur Ulang Sampah.

Udahlah aku pada dasarnya pemales kurang stamina buat beberes rumah, nambah bayi lagi. Lengkap sudah.

Buat aku yang nyantai, kasus ini bisa ditangani dengan maen game dan ngopi bentar, biarin aja dulu rumah berantakan. Tapi, buibu suka ada yang perfeksionis, rumah mesti rapih, biarpun ada krucil yang berantakin.

Kebersihan itu penting banget! Setuju! Tapi, kesehatan mental penting juga, lho. Jadi, tetep inget buat jaga kebersihan mental, selain kebersihan lahiriah, ya.

Caranya, dengan tahu sampe mana kapabilitas kita dalam ngelakuin sesuatu. Kalo udah capek, saatnya istirahat dan biarin orang ngebantu kalian.

Kalo udah gini, go-life (lebih tepatnya, go-clean) membantu banget (halah, promo. Sayang kaga dibayar hehe).

Ini mas-masnya keren juga. Rak bawah wastafel jadi rapi banget. Dan mau bersih-bersih yang lain walopun waktunya udah abis.

Pagi ini, aku akhirnya manggil go-clean, khusus buat bersihin rak bawah wastafel yang udah gak tersentuh berbulan-bulan 🤭

Tolong abaikan cangkul yang nongol di situ 🤣

Dan sekarang, rapi banget! Keresahanku berkurang satu, syukurlah!

Posted in Aktivitas Homeschooling, Gizi

Membujuk Anak Supaya Mau Makan

Ambone termasuk anak yang makannya gampang banget. Dia emang hobi makan kayaknya, haha. Pertama kali dia makan aja, makanannya seledri, biar impor dan gak terlalu kuat rasanya, tetep aja seledri, kan. Dia sendiri ngernyit gitu mukanya, tapi abis itu mangap lagi. 🤣

Tapi, emang jadi ortu gak boleh lengah (dan sombong), ya. Beberapa hari lalu, si Ambone udah umur 9 bulan, dia tiba-tiba aja males makan. Gak tau kenapa.

Aku punya beberapa teori probabilitas. Pertama, beberapa hari terakhir, aku suka ngasi pisang dan dia suka banget. Bisa jadi, karena kebiasaan dengan rasa manis pisang, dia jadi males dengan makanan yang gak manis.

Kedua, akhir-akhir ini juga tidurnya gak bener. Suka kebangun tengah malem, dan susah banget tidur lagi. Nanti pas pagi-pagi malah tidur. Ngantuknya bisa jadi bikin nafsu makan turun. Walopun, kalo menunya pisang, sih, hajar terus!

Jam seginiii masih aja rusuh ckckck

Ketiga, dia pernah lagi gak mood makan. Trus, dasar emak-emak egois, aku masih usaha, biarpun dia udah nangis-nangis. Bisa jadi pengalaman ini terekam sebagai pikiran “makan itu gak enak” sama dia. Yaaa, maafin Amak, Mbone! 😭

Oke, aku nyoba satu metode, yaitu biarin dia laper. Aku ajak makan, nih. Dia gak mau. Oke, aku santai, tapi aku kasih asi sekali aja. Pas dia mulai gelisah-gelisah, aku tawarin makan lagi.

Ujung-ujungnya, dia mau makan emang (walopun gak abis), tapi mundur banget. Harusnya makan siang, baru jam 5 sore makannya. Kupikir, gak mungkin aku pake metode ini, dia masih bayi soalnya. Kebutuhan nutrisinya masih banyak dan pengaruh banget ke perkembangan otaknya dan yang lain-lain.

Akhirnya, aku keingetan sama teorinya Pak Toge Aprilianto, kalo makan, campur aja sama apa aja, gak masalah. Bahkan, pernah dia bilang, gantian sama es krim juga boleh aja. Wow!

Karena yang penting itu nutrisinya gimana, bukan harusnya makan apa.

Aku inget kutipan yang nusuk banget dari dia (soal buah, sih, ini, tapi berlaku general lah) : “Kita, kan, bela anaknya, bukan bela buahnya.

Iya ya, bener juga, pak! #sokmanggutmanggut

Btw, kalo mau kenal Psikolog yang udah lama praktik sebagai psikolog anak dan keluarga ini, ikutin aja beritanya di ig dengan tagar #latihati. Atau ikutin akunnya sekalian @latihati.

Lanjut soal makan, nih… Hari ini (kemaren, karena publishnya dijadwal maju) aku nyoba ngasi makan lagi, Ambone mau nyoba sesuap, tapi abis itu Gerakan Tutup Mulut (GTM) keluar. Ini mempertajam kesimpulanku soal dia males makan karena makanannya gak seenak pisang.

Akhirnyaaaaa, itu makanan yang terdiri dari kentang, wortel, seledri (lagi gak nurut sama menu 4 bintang hehe) itu kucampur sama pisang! Dan, habis! Tandas, tak bersisa! (Sayang, gak kepikiran buat dokumentasi, udah keburu hepi duluan!)

Well…

Sekali lagi, aku sebagai ibu harus ngibarin bendera putih atas pertanyaan “anak yang butuh atau ortu yang butuh?” Karena, bikin menu yang sesuai dengan standar itu bukan kebutuhan bayi. Kebutuhannya adalah gizi seimbang.

Percuma, kalo semuanya mengikuti teori dan resep-resep asik yang berseliweran di internet, tapi anak gak mau makan. Bikin menu sesuai resep itu kebutuhan ibu, bukan bayinya. Itu kesimpulanku.

Mulai sekarang, harus siap dengan menu aneh-aneh, yang penting anak cukup gizi.

Aku jadi ngebayangin betapa susah dan sedihnya buibu yang punya anak susah makan. Yang ngalamin itu, semangat terus, ya!

Nah, kalo anak mulai GTM, buibu harus sigap nyari tau kenapanya. Tapi, harus lebih sigap lagi dengan alternatif-alternatif buat menghentikan gerakan itu. Konsultasi sama dsa juga wajib, ya!

Sisanya, serahkan semua kepada Tuhan. Ngurus anak perlu dibikin santai. Kalo kita stres, itu berasa ke anak. Alternatif makanan ada banyak, kok. Susu formula yang penuh gizi juga masih bisa jadi safety net kita.
Siap-siap membuka pikiran pada banyak alternatif kalo ngadepin anak, tuh. Hehe…

Posted in Aktivitas Homeschooling

Manajemen Sekolah di Rumah

Aku suka merencanakan sesuatu. Terutama kalo banyak yang mesti dikerjain dalam waktu yang sedikit, otakku mulai ngatur, apa yang mesti dikerjain duluan, gimana ngerjainnya dalam waktu yang singkat, dkk.

Tapi, aku sadar kalo masalah manajemen itu bukan (hanya) di pengaturannya, tapi justru di pelaksanaan.

Sering banget kejadian, rencana udah tersusun rapi di otak (aku kurang suka nyatet-nyatet, kekuranganku, dan rupanya orang Indonesia lain juga gini, orang LN sampe ada yang komplain haha), dan pas mau dilaksanain, males.

Dan semua akhirnya terbengkalai. Mundur dan banyak yang ketunda, bahkan gagal.

Manajemen sekolah di rumah ini salah satu yang paling rumit, sejauh yang aku lakuin. Bukan karena pengaturannya atau kurikulum atau hal-hal teknis, tapi justru persetujuan sama orang-orang yang terlibat.

Bisa aja suami gak setuju sama konsep sekolah rumahan yang diusung. Bisa jadi ibu ato mertua gak setuju sekolah di rumah, ato mereka gak ngikut apa yang udah kita rencanain.

Belum lagi, sikap anaknya sendiri ngadepin rencana kita.

Kesepakatan anggota keluarga dengan konsep sekolah rumahan yang kita usung itu penting, karena mereka mau gak mau pasti terlibat. Namanya juga sekolah di rumah, ya, elemen pendidikannya orang-orang di rumah.

Jadi, komunikasi sama anggota keluarga yang tinggal di rumah kita itu penting buat kelancaran sekolah di rumah. Mesti diatur sesuai dengan kebutuhan dan kemauan orang serumah.

Untungnya, sih, aku tinggal sama keluarga inti, jadi urusanku sama suami sama anak yang bersangkutan aja.

Nah, kesepakatan dengan anak itu salah satu yang penting, karena dia harus dikasih kesempatan buat kenal dirinya sendiri, kenal apa yang dia mau, bahkan yang dia butuhkan.

Seenggak-enggaknya, niatku begini.

Tapi, karena aku emaknya pengen nunjukin bagaimana satu rencana disusun, aku tetep ngajuin usul apa aja kegiatan Tombo. Gak ada salahnya, dong. Ya, kan? Ya, kan? 😝

Aku ngebagi kegiatan harian Tombo jadi 3 jenis :

1. Routine obligations

2. Homeschooling/learning obligation

3. Chores

Routine Obligations

Tugas ini terdiri dari kegiatan harian yang gak boleh putus tiap hari, kayak mandi sama shalat (karena aku Muslim).

Homeschooling atawa learning obligation

Ini terdiri dari kegiatan buat ngembangin otaknya. Ini biasanya aku atur juga berdasarkan proporsi gadget learning dan asah motorik, baik halus dan kasar, problem solving, dkk.

Dan, pastinya, sesuai minatnya Tombo. Karena Tombo suka gambar atau bikin sesuatu yang visual, jadi aku masukin tugas belajarnya bikin komik dan bikin game di Scratch (Klik di sini buat liat-liat proyek yang dibikin Tombo!)

Udah gitu, aku pilih juga kegiatan yang bisa aku urus sendiri, buat minimalisir biaya belajar, kayak belajar gitar sama ngaji.

Yang lain, yang aku bener-bener gak bisa, baru minta tolong ajarin sama guru les. Sejauh ini, baru renang, sih, yang dilesin.

Catatan buat tugas belajar ini, tugas yang satu ini selalu berkembang, sesuai perubahan minat dan perkembangan anak.

Contohnya, sebulan yang lalu, tiba-tiba Tombo bilang pengen jadi tentara, jadi aku masukin menu latihan fisik di tugas belajarnya. Kalo nanti dia berubah lagi, aku mungkin ubah lagi tugas belajarnya.

Gak konsisten, dong? Emang ini tujuannya bukan ngasah keahlian teknis, kok, tapi buat memperkuat daya juang anak dan manajemen diri mereka. Keahlian teknis itu bonus.

Chores

Tugas ini kewajiban dia sebagai anggota rumah. Sejauh ini, tugas ini masih suka terbengkalai 😅

Nah, tiga pembagian jenis tugas itu baru diturunkan lagi ke jadwal-jadwal, misalkan hari Senin ngapain aja? Hari Selasa, lain lagi. Aku gak pernah nentuin jadwal per jam, biar Tombo yang nentuin kapan dia mau ngerjain. Pembagian jadwal senin-jum’at juga biar gampang ngedata tugas apa aja yang udah dilakuin. Tujuanku, buat jaga proporsi per kegiatan.

Apa ini terbuka buat diubah? Pasti, dong!

Ketiga tugas ini aku sepakatin sama Tombo (kalo ada perubahan, pasti juga ada sosialisasi dan diskusi -selayaknya kalo kita kerja di kantor aja- buat disepakatin dulu), bahkan sekalian aku bikin voice note sebagai tanda ikatan persetujuan verbal. Biar ada status hukumnya. Haha…

Gimana cara anak mau ngerjain semua? Simpel aja, kalo dia belum selesaiin tugasnya, dia gak bakal dapet gadget atau main yang dia mau. Kalo emang tetep gak ngerjain, silakan. Itu berarti dia udah bikin keputusan dan kita hargai aja.

Tetep boleh iklan-iklan di lain kesempatan. Ngobrol-ngobrol apa aja fungsi dan kebaikan ngerjain tugas-tugasnya. Apa maksud dan tujuan kita ngasi tugas itu, dkk dkk.

Nah, ini usahaku. Dikerjain, gak? Konsisten, gak? Yah, itu lain soal. Haha…

Posted in Tips Ibu Pemales

#5 Perlukah Membalik Baju Waktu Dijemur?

Beberapa tahun yang lalu, aku baru setahun jadi emak-emak, berarti 7 tahun yang lalu kira-kira, ya. Baru-baru lagi mulai aktif di lingkungan medsos (bukan lingkungan sosial, ya 😆)

Singkatnya ketemu temen buat bahas hal-hal seberat urusan pribadi sampe sesepele jemur baju wkkk. Keluarlah pertanyaan bodohku, “Kenapa baju harus dibalik pas dijemur?”

Untungnya, temenku juga gak tau alasan pastinya, jadi aku selamat dari kata-kata celaan, baik yang halus maupun kasar. 🤣

Gara-gara pertanyaan bego (kadang2 ngerasa bego itu penting supaya makin pinter), akhirnya aku nyari soal itu. Jangan tanya situsnya apa, karena udah lama dan aku pun lupa.

Yang aku inget, dia mahasiswi farmasi yang ngajuin pertanyaan (tapi, aku yakin dia cukup pinter untuk gak ngungkapin itu hehe) yang sama. Ternyata, alesannya sinar matahari nyebabin hidrolisis.

Apakah itu? Silakan tanya mbah gugel. Intinya, hidrolisis itulah yang bikin warna baju memudar. Jadi, emang alesan baju dibalik pas dijemur lebih ke alesan estetikanya.

Jadi…

#5 Perlukah membalik baju waktu dijemur?

Balik-balikin baju sebenernya gampang banget. Gak nyampe 1 menit malah, palingan 5-10 detik (yes, detik itu gak secepet yang kita bayangin).

Masalahnya, baju yang kita cuci itu banyak. Dan proses mencuci itu gak cuma sekali. Jawabanku ini jadi tips buibu pemales selanjutnya, gak perlu.

Alesan :

Bayangin kalo kita nyuci baju 20 biji. Untuk proses jemur kita balik semua bajunya, jadi 10″×20 = 200″. Trus, pas udah kering, kita mau lipet (atau setrika buat yang rajinan dikit), kita balik lagi. Artinya, kita ngabisin waktu sebanyak 400″, yaitu sekitar 6,66666~ menit.

Enam menit kita udah bisa selesai masak indomie, buibu!

Kalo takut terjadi hidrolisis dan baju jadi cepet pudar, ya udah, kita angin-anginin aja, gak perlu di bawah matahari. Teknologi sekarang, kan, oke. Baju langsung kering seketika.

Gak perlu matahari lagi buat jemur baju! 😂